HARI MINGGU ALKITAB 2017: ALKITAB DIGUNAKAN UNTUK PELAYANAN PASTORAL

Alkitab digunakan untuk Pelayanan Pastoral

“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah

dan Firman itu adalah Allah.” (Yoh 1:1)

Wahyu Ilahi sebagai Tuhan mewahyukan dirinya

Iman Katolik kita berdasarkan pada wahyu ilahi.  Sebelum Konsili Vatikan II, konsep “wahyu” adalah merujuk kepada senarai kebenaran yang mana memberi informasi tentang Tuhan.  Walau bagaimanapun di dalam Konsili Vatikan II pemahaman kita tentang wahyu berkembang menjadi Tuhan mewahyukan dirinya di dalam peribadi Yesus yang adalah Firman menjadi manusia.  Kristus, Friman yang kekal datang mewahyukan wajah Tuhan kepada manusia serta juga menjemput setiap orang masuk kedalam kesatuan intim di dalam kehidupan Tritunggal yang Mahakudus .

Sebenarnya, iman Kristiani muncul dari pertemuan dengan Kristus.  Apabila Yesus yang adalah Firman Allah berbicara, Dia menyerukan keterbukaan  dari para pendengar untuk memberi respon kepada-Nya dalam iman dengan memungkinkan Dia untuk mengubah arah hidupnya.  Sepertimana Emeritus Pope Benedict XVI menulis di dalam Deus Caritas Est,”Menjadi Kristian bukannya kesan dari pilihan etika atau idea luhur, tetapi suatu pertemuan secara peribadi, yang mana memberikan cakrawala baru, dan arah yang pasti”

Alkitab dan Umat Katolik pada masa kini

Pada masa kini, manusia cenderung mempunyai masa lapang yang sedikit atau tidak mempunyai masa dan ruang untuk hening, mereka terburu-buru untuk memenuhi ketepatan waktu tugasan yang diberi dan bertujuan untuk menjadi produktif.  Sebagai Umat Katolik,  kita juga dapat terjebak dalam kesibukan menyelesaikan sesuatu, bahkan di arena Gereja, sehingga kita lupa apa yang paling penting iaitu pertemuan dengan Kristus. Lebih mudah menjadikan diri kita sibuk dengan melakukan kegiatan amal dan tugasan organisasi di paroki-paroki dan mengabaikan untuk menanamkan sifat doa dengan Firman Tuhan.  Semakin kita menjadi tuli kepada Firman Tuhan, semakin besar bahaya iman kita hadapi menjadi basi dan kering.  Sepertimana yang dikatakan oleh Fr.Meehan , “Jangan bekerja keras untuk Tuhan sehingga anda lupa Allah yang siapa anda bekerja”.

Berdoa dan membaca Firman Allah  bukanlah suatu yang  menjadi kebiasaan di kalangan Katolik. Bahkan, banyak keluarga memiliki  Alkitab tetapi banyak menganggapnya hanya sebagai hiasan  di rumah mereka. Malah kebanyakan berpandangan  yang salah bahawa Alkitab  tidak ada tempat di dalam tradisi Katolik.

Bagi sebilangan umat Katolik , Firman Tuhan, tidak masuk akal untuk kehidupan mereka saat mereka mencari arah hidup, bergulat dengan penyakit dan usia, mengatasi rasa sakit dan kehilangan, dalam dunia pekerjaan untuk memenuhi keperluan dan sebagainya. Namun, mereka perlu menemukan jawapan yang ada di dalam Alkitab bahawa halaman dalam Alkitab  mengandungi jawapan untuk masalah dan pertanyaan-pertanyaan mereka. Allah berbicara kepada mereka melalui firman-Nya dan memimpin mereka untuk menemukan ketenangan dalam kehadiran-Nya ditengah-tengah pergolakkan hidup seharian.  Dengan itu mereka dapat bersedia memberikan kesaksian dan harapan kepada sesiapa sahaja yang meminta.

Ia juga menjadi pandangan umum di kalangan kaum muda bahawa Alkitab hanya sebagai buku yang mempunyai banyak ayat yang mengarahkan mereka apa yang Tuhan harapkan dari mereka.  Ramai juga yang mendapati Alkitab tidak memberi penjelasan secukupnya persoalan hidup yang rumit disekeliling mereka.  Oleh itu ramai orang muda yang sudah dewasa mendapati Alkitab tidak menarik dan tidak relevan unntuk kehidupan mereka dan melihatnya tidak ada keperluan untuk membacanya.  Apakah yang dapat dilakukan oleh Gereja supaya umat lebih dekat kepada Friman Tuhan?

Menjadikan Alkitab sebagai inspirasi dalam semua pelayanan pastoral

Peranan Gereja adalah untuk memudahkan dan mempromosikan relasi intim pertemuan antara Kristus dan Umat-Nya yang penuh rahmat melalui Firman-Nya.  Oleh itu amat penting bagi semua umat diberi galakkan untuk mendengar Firman Tuhan dengan penuh perhatian dan berdoa membaca Alkitab, supaya kehidupan beriman tidak pernah kehilangan kegairahan dan penuh semangat.

“Di sepanjang perjalanan Sinod ini ada panggilan untuk komitmen pastoral yang khusus untuk menekankan Firman Tuhan menjadi pusat dalam kehidupan Gereja dan ada rekomendasi yang kuat kepada “kerasulan alkitab”, bukannya terasing  dari semua bentuk pelayanan pastoral tetapi menjadikan Alkitab sebagai inspirasi kepada semua pelayanan pastoral.  Ini tidak bermaksud menambah mesyuarat di paroki-paroki atau keuskupan-keuskupan , tetapi menyelidiki aktiviti harian di dalam komuniti Kristiani, paroki, kerasulan dan komiti untuk melihat apakah mereka  ambil peduli untuk menggalakan pertemuan peribadi dengan Kristus yang memberi diri-Nya kepada kita dalam firman-Nya”.

Sebagai Umat Allah,  terdapat banyak segi bagi kita sebagai para katekis, religius, paderi, ibubapa, guru-guru dll dapat mengambil  komitmen untuk menjadikan Firman Tuhan pusat kehidupan kita serta juga dalam kehidupan Gereja, dan menggalakan transformasi kehidupan pertemuan peribadi dengan Kristus.

Untuk memulakan dan mempertahankan relasi peribadi ini, kita harus mengenali peranan utama mereka yang dipercayakan untuk mewartakan Firman Tuhan setiap hari.  Firman Tuhan adalah dasar kehidupan Gereja, umat perlu mendengar pewartaan yang sejati dari para pengkhutbah yang mana hidup mereka sendiri menjadi orang-orang yang berdoa dan menghidupi Firman itu dalam kehidupan mereka seharian.  Direktori Cara Memberi Khutbah yang diterbitkan oleh Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Sakramen  menyatakan: “Khutbah yang disampaikan adalah dalam kontek doa dan ia harus dalam bentuk doa di dalam kontek doa.”    Oleh itu berkhutbah adalah tugasan yang kudus dimana para pengkhutbah bercakap dari dalam hati kepada para pendengar dan Kristus harus ada di dalam khutbah itu, hanya Kristus sahaja.  Para pengkhutbah harus menjadi orang-orang pendoa agar memberi tidak menjadi “tin kosong yang hanya berkhubah secara luaran namun dalamannya hidup kosong”.

Firman Tuhan menyentuh semua realiti  kehidupan

Paroki haruslah menjadi sebagai pusat di mana umat  dari pelbagai latarbelakang dapat berkumpul sebagai sebuah komuniti iman untuk mendengar dan mengaplikasikan Firman Tuhan dalam kehidupan mereka supaya dalam perjalanan kehidupan menjadi Kristian yang semakin sejati.  Para paderi dan umat disetiap paroki haurslah menjadi kreatif dalam menciptakan peluang supaya Alkitb dapat di dengarkan, didoakan dan dikongsikan.  Sering kali, teks Alkitab hanya digunakan sebagai alat bantu untuk pembelajaran dalam moral atau hanya sebagai alat untuk perbincangan bagi mengisi masa.  Para katekis, pemimpin belia, formator umat dll,  mempunyai tanggungjawab untuk menciptakan suasana di mana umat Katolik yang muda dan dewasa boleh memperkembangkan kemampuan untuk mendengar kepada Yesus dan secara peribadi mengalami kuasa firman-Nya yang membawa transformasi kepada hidup mereka.

Supaya Alkitab menjadi relevan kepada kehidupan umat, paroki-paroki haruslah memikirkan mengadakan pelayanan pastoral Alkitab yang menyediakan respon dari alkitab kepada persoalan hidup seperti penyakit, pertelingkahan perkauman, tiada keadilan, kematian, dsb supaya umat dapat mempunyai jawapan yang diterangi oleh firman Tuhan.  Ini juga merupakan pengalaman Sto.Augustine dimana hidupnya berubah apabila membenarkan firman Tuhan menggema dalam pergulatannnya menjadi murni  sewaktu berdoa di dalam sebuah taman, dia mendengar suara seorang anak yang berkata, “Tolle, lege!”(“Ambil dan baca!”)  Sto.Augustine mengambil alkitabnya dan membaca petikan pertama dan memandang tepat kepadanya.  Petikan itu adalah Roma 13:13 .  Petikan alkitab itu memberi maksud yang mendalam kepadanya yang mana hidupnya berubah setelah mengalami secara peribadi dengan Firman Tuhan.

Komuniti Katolik  dapat membantu mempromosi Alkitab melalui muzik nyanyian yang dicipta dari petikan alkitab, buku-buku komik atau seni lukisan dari orang-orang muda untuk lebih menghargai Firman Tuhan.  Adakan lebih banyak pelayanan di dalam pelayanan belia  berpusat hanya pada Alkitab di mana para remaja dan belia dapat bertemu Kristus yang hidup melalui doa dan perkongsian Firman.

Para ibubapa dan penanggung memainkan peranan penting dalam membentuk iman anak-anak dan remaja dengan memberi contoh dan menjadi orang dewasa yang hidup mereka berdasar dan berakar dalam firman Tuhan.  Bapa suci Francis ketika memberi khutbah kepada para ibubapa dan penanggung berkata, “setiap hari jadikan ia sebagai tabiat untuk membaca petikan dari Injil, membawa buku injil yang kecil di dalam beg supaya anda boleh  membacanya. Dan ini akan menjadikan contoh kepada anak-anak anda yang melihat ayah, ibu, penangung, datuk, nenek, makcik dan pakcik membaca firman Tuhan.”

Lektio Divina

Konsili Vatikan II menyatakan bahawa “Agar santapan sabda Allah dihidangkan secara lebih melimpah kepada Umat beriman, hendaklah khazanah harta Alkitab dibuka lebih luas” .  Rata-rata umat Katolik mendengar Firman Tuhan ketika menghadiri perayaan Misa.  Interaksi mereka dengan Firman Tuhan berkahir ketika mereka meninggalkan bangunan gereja dan kembali kepada rutin seharian mereka.  Oleh itu ada keperluan yang mendesak pada masa kini untuk “membawa kembali teks alkitab dari pinggiran menjadi pusat agar teks dihidupi secara mendalam dalam kehidupan Kristiani.”

Cara yang berkesan membawa Alkitab pada pusat kehidupan Kristiani ialah menggunakan keadah yang digelar sebagai Lektio Divina, yang mana ia adalah amalan tradisi monastik sejak abad ke 6.  Ia mengandungi 4 langkah: Baca, Renung, Kontemplasi dan Menghidupinya.  Lektio divina boleh digunakan mana-mana sahaja kelompok di dalam paroki.  Sebenarnya, ia adalah cara yang secara langsung  dapat disesuaikan untuk kanak-kanak dan kelompok belia di paroki-paroki.

Langkah pertama Lektio Divina ialah mendoakan dan membaca secara peribadi petikan Alkitab.  Ia mengambil teks Alkitab itu sehingga meresap di dalam hati seseorang itu dan membuka dirinya untuk berdialog dengan Yesus.  Langkah kedua dalam Lektio Divina ialah merenungi Firman Tuhan dan seseorang itu menetap pada perkataan, frasa atau petikan itu.  Apabila seseorang itu mula merenungkan pada Firman itu dia akan secara perlahan-lahan dibawa dari perkara-perkara dalam fikiran kedalam perkara-perkara hatinya.  Dari hatinya seseorang itu mulai kontemplasi dan menikmati kehadiran Tuhan dalam keheningan tanpa apa-apa perkataan.  Dari berdoa, membaca, merenungi dan kontemplasi Firman itu, seseorang akan dibawa menjadi “pelaku Firman” .  Firman Tuhan berbuah apabila seseorang itu mulai menghidupinya dan menjadikannya sebagai karunia untuk orang lain.  Sepertimana yang dikatakan oleh Bapa Suci Francis, “kehidupan Kristiani adalah: mendengar kepada firman Tuhan dan mengamalkannya.”

Penutup

Pada Hari Minggu Alkitab ini, marilah kita dengan rendah hati memberi kesyukuran kepada Tuhan atas karunia Firman-Nya yang tidak dapat dinilaikan.  Kristus tidak pernah keletihan untuk berbicara dengan setiap kita dan senantiasa mengobarkan jiwa kita dengan api kasih-Nya.  Semoga kita senantiasa bersemangat untuk disegarkan dengan Firman agar  kita menjadi murid-murid Firman yang menjadi manusia, Tuhan dan Allah kita.

Soalan-soalan renungan:

1)  Sebagai umat Katolik, apakah kita bersukacita didalam Alkitab sebagai khazanah rohani kita?

2)  Apakah Firman Tuhan memberikan penyegaran untuk iman kita setiap hari?

Oleh Sr Sandra Seow, FMVD

KEM BELIA ZON MINAWO KE-2 TAHUN 2017

Keningau, Sabah – Komiti Belia Katolik Zon Minawo telah mengadakan Kem Belia peringkat Zon Minawo pada 2 hingga 3 Jun 2017, bertempat di KUK St.Yohanes Rasul, Bomboi, Keningau. Tema bagi kem ini ialah “Ikutilah Aku” (Yoh:21:15-19).

belia dgn baner

Sepanjang kem ini, terdapat beberapa sesi ceramah dan aktiviti kerohanian  yang diadakan. Terdapat dua sesi ceramah yang diadakan pada hari yang pertama iaitu sesi yang berkaitan tentang peranan dan tugas belia di dalam dan luar Gereja. Sesi-sesi ini dikendalikan oleh Saudara Ronnie Alfred dan Saudara Patrick Marius.

Pada hari yang seterusnya, sesi yang berikutnya disampaikan oleh Kat. Severinus, bertajuk “Memahami Firman Allah”. Sesi yang terakhir, dengan tajuk “Cabaran Belia Pada Masa Kini” disampaikan oleh Saudara Freddy Hendrikus.

Pada malam 2 Jun, peserta kem yang berjumlah seramai 90 orang dibawa dalam sesi refleksi. Dalam sesi refleksi ini para peserta diberi kesempatan untuk merenungkan kehidupan mereka bersama Yesus. Selain itu, beberapa indoor games juga telah diadakan dan para peserta kelihatan gembira dengan semua aktiviti yang telah mereka ikuti.

ungun apaiii

Melalui pelaksanaan aktiviti-aktiviti dalam kem ini, para peserta dapat lebih mendalami iman mereka terhadap Yesus Kristus dan lebih mengetahui peranan mereka sebagai belia Katolik. Di samping itu para peserta juga dapat mengeratkan lagi hubungan persaudaraan antara belia dalam Zon Minawo. Secara keseluruhannya, pelaksanaan aktiviti seperti ini dapat membantu perkembangan belia yang merupakan tonggak utama dalam komiti Katolik.

tanpa baner

Pelaksanaan kem sebelum ini yang pernah diadakan buat kali pertama di gereja St. Joseph, Minawo mendapat sambutan dan maklum balas yang positif. Oleh itu, pihak penganjur memutuskan acara ini untuk dijalankan sebagai aktiviti tahunan KBK Zon Minawo. –  Floly Tadius

REKOLEKSI 3 HARI KERASULAN BELIA KATOLIK, KSFX

20160131_141304

Tambunan – Sesuai dengan komitmen yang telah diucapkan, melayani dengan bakat yang sudah Tuhan anugerahkan, seramai 12 orang belia dari Katedral St Francis Xavier, memutuskan untuk mengadakan rekoleksi bermula dari 29hb – 31hb Januari yang lalu. Rekoleksi di awal tahun 2016 kali ini, diadakan di Taman Getsemani, Tambunan.

20160131_141324

Perjalanan dari bandar Keningau menuju destinasi mengambil masa 45 minit dan ditempuh dengan kenderaan masing-masing peserta. Setelah tiba di tempat tujuan, pemilik Taman Getsemani iaitu Encik George William, menerima kedatangan para peserta dengan senyuman dan mempersilakan peserta untuk mengalami keheningan bersama dengan Sang Penguasa tempat itu iaitu, Tuhan Yesus sendiri.

Rekoleksi pada kali ini diadakan atas permintaan para peserta sendiri. Mereka ini adalah para belia yang melayani di dalam Kerasulan Belia Katolik (pelayanan koir). Selaku belia-belia yang melayani di bahagian pusat (Katedral St Francis Xavier, Keningau), tidak mungkin dapat mengunjungi dan melayani para belia yang bernaung di bawah Paroki St Francis Xavier, jika mereka sendiri tidak dipersiapkan dan diperlengkapi dengan pengetahuan yang diperlukan. Atas alasan inilah mereka bertekad mahu meninggalkan keramaian dan bertemu dengan Tuhan di dalam keheningan dan kesunyian.

Taman Getsemani yang letaknya di Kampung Kiawayan, Tambunan mampu memberi suasana yang diperlukan. Di tempat ini, para peserta yang datang, boleh mengalami keheningan yang dalam dan bertemu dengan Tuhan secara peribadi. Taman Getsemani ini dilengkapi dengan bangunan-bangunan seperti sebuah bilik pertemuan, dua buah chapel yang dapat digunakan untuk perayaan Ekaristi dan tentunya alam yang terbuka untuk dapat mengadakan Devosi Jalan Salib, dan sebagainya.

DSC_0018

Tepat pada jam 8 malam, para peserta berkumpul di bilik pertemuan untuk memulai aktiviti yang telah dirancang. Pertemuan dimulai dengan menyanyikan lagu “Kisah Cintaku” yang menghantar para peserta untuk mulai terbuka terhadap bimbingan kuasa Roh Kudus. Selanjutnya, Saudara Aldrin Benedict, membawa para peserta untuk terbuka dan memberi pertanyaan, “Mengapa mahu datang ke tempat ini? Apakah harapan selama rekoleksi ini berjalan dan komitmen seperti apakah yang mahu dibawa setelah meninggalkan tempat ini?. Program yang diberi waktu selama 2 jam, ternyata tidak mencukupi. Para peserta masing-masing mengeluarkan “curhat” atau curahan hati. Dimana mereka mensharingkan jatuh bangunnya mereka ketika bergerak di dalam pelayanan belia. Setiap titisan air mata menjadi saksi bahawa mereka sebetulnya tidak kuat, tetapi kerana Tuhan yang memanggil mereka satu persatu, Tuhan jugalah yang akan memberikan kekuatan dan rahmat buat mereka.

20160130_093536

Keesokan harinya, para peserta memulai kembali kegiatan rohani mereka dengan menyelami siapakah mereka yang sesungguhnya. Di dalam acara “Self Discovery”, mereka mencuba untuk menyelami siapakah mereka tanpa menggunakan “topeng-topeng”. Acara menyelami siapakah aku ini difasilitatorkan oleh Saudari Roselinah Francis dan Saudara Roney Eming, selaku wakil dari Komisi Belia Keuskupan Keningau.

20160130_093549

Para peserta dibagi menjadi dua kumpulan dan masing-masing mereka saling berhadapan. Mereka semua diberi masa selama 2 minit untuk bertanya kepada pasangan mereka “Who are you?”Di dalam 2 minit ini, peserta yang ditanya memberikan jawapan dan yang bertanya tidak boleh bertanya soalan yang lain, selain “Who are you?”sahaja. setelah 2 minit berakhir, peserta yang ditanya sebelumnya, mulai bertanya kembali ke pasangannnya. Ketika mereka mengongsikan pengalaman mereka, ternyata mereka belum mengenal siapakah mereka yang sebenarnya. Semua jawapan yang diberikan sifatnya umum dan tidak menyentuh kedalaman peribadi mereka. Semakin mereka ditanya, semakin sukar untuk menjawab. Maka timbullah perasaan marah kerana pertanyaan yang dilontarkan seolah-olah mereka kurang dipercayai dan dihakimi. Inilah proses untuk mengenal peribadi yang dilalui oleh para peserta.

20160130_090927

Sesi berikutnya, mereka diberi masa untuk mencari dari majalah-majalah dan suratkhabar, gambar-gambar yang boleh menggambarkan peribadi mereka. Proses ini membuat mereka berfikir mengapa gambar ini sesuai dengan peribadi mereka dan seterusnya.

DSC_0022

Pada petang hari, Saudara Jerome, memberikan kesaksian berkaitan dengan ceramah penyembuhan. Beliau menjelaskan bagaimana manusia seharusnya mempersiapkan diri untuk menerima rahmat yang disediakan oleh Tuhan melalui Sakramen-Sakramen. Selanjutnya, para peserta dijelaskan bagaimana luka-luka batin itu diperolehi dan bagaimana caranya untuk menyembuhkannya. Setelah ceramah selesai, para peserta mempersiapkan diri untuk mengikuti acara penyembuhan dari luka-luka batin. Sesi ini dilayani oleh Saudara Heldi dan dibantu dari team KIPKK dari KUK Monsok, Tambunan. Di dalam sesi ini, peserta dibawa untuk menelurusi lorong-lorong “gelap” dan menemukan luka-lukanya. Mulai dari dalam kandungan hinggalah saat mereka sekarang ini. Membiarkan kasih Tuhan menutupi luka-luka tersebut dan disirami dengan kasih-Nya yang menyembuhkan dan menguatkan.

Hari terakhir, para peserta mengikuti perayaan Ekaristi di Gereja St Theresa, Tambunan. Homili dari Rev Fr Anthony Mikat menjelaskan bahawa setiap manusia, namanya tertulis di telapak tangan Tuhan dan “Ruah” atau Roh Tuhan telah ditiupkan ke dalam tubuh dan mendapat kehidupan daripada-Nya. Kerana itu, tidak ada seorangpun yang berhak mengambil nyawa orang lain. Hanya Tuhan yang berhak menariknya kembali. Rev Fr Anthony Mikat juga menjelaskan bahawa, hubungan luar nikah dipandang serong dan sifatnya dosa, tetapi anak yang dilahirkan adalah anak Tuhan kerana nafas yang ditiupkan Tuhan ketika terjadinya persenyawaan.

20160131_114203

Seusai perayaan Ekaristi, para peserta kembali ke Taman Getsemani untuk meneruskan program yang terakhir iaitu acara “Integration” dimana para peserta sekali lagi mensharingkan pengalaman mereka sejak malam jumaat hinggalah hari terakhir. Apakah harapan mereka setelah ini. Dan mereka juga diajak untuk saling memberi sokongan dan bantuan di dalam pelayanan.

Selamat tinggal Taman Getsemani dan sampai berjumpa lagi di lain hari. Para peserta sedar bahawa tempat ini menjadi saksi bahawa titisan air mata mereka adalah bukti bahawa mereka lemah dan memerlukan orang lain untuk menyokong pelayanan mereka. Doakan mereka agar semakin bersatu di dalam setiap pelayanan.

20160131_135017

20160131_135008

 20160131_134942

20160131_134930

MINGGU KATEKETIKAL: IMAN KEPADA KRISTUS ADALAH MENGENAL DIA, MENGASIHI DIA DAN BERSAKSI BAGI DIA

IMAN KEPADA KRISTUS ADALAH

MENGENAL DIA,MENGASIHI DIA DAN BERSAKSI BAGI DIA

Kasih karunia dan damai Tuhan Yesus kepada semua.

Sebagai rakyat Malaysia, kita semua suka makanan. Kita mempunyai gerai kegemaran laksa atau koay teow goreng di mana tempat kita akan membawa keluarga, rakan-rakan dan pengunjung kita. Iman dalam Kristus ibarat seperti “gerai laksa” atau “gerai koay teow goreng” – kita ingin mengunjung semula gerai tersebut berulang kali dan ingin berkongsinya dengan orang lain. Iman adalah untuk disayangi dan dikongsikan. Itulah tema minggu kateketikal tahun ini: “Iman dalam Kristus – untuk mengenali Dia, mengasihi Dia, untuk berkongsi-Nya”

Apakah itu iman dalam Kristus? Iman adalah respons peribadi yang bebas kita akan kepercayaan terhadap Tuhan. Iman dalam Yesus Kristus adalah mempercayai bahawa Ia adalah anak Tuhan, wahyu penuh Allah Bapa. Iman dalam Tuhan dinyatakan melalui ibadah kita, doa-doa dan sakramen-sakramen serta kesaksian hidup. Ini adalah respons kita kepada anugerah iman Allah.

Cabaran besar yang dihadapi oleh pengetahuan kita mengenai Kristus hari ini adalah apabila berhadapan dengan persoalan tentang agama, pelampau agama, polarisasi kaum, pertukaran agama yang tidak beretika, Islamisasi, isu mengenai perkataan “Allah”, pelbagai bentuk ketidakadilan serta isu-isu sosial dan ekonomi yang lain yang kita hadapi hari ini sebagai rakyat Malaysia. Dalam menghadapi cabaran-cabaran ini, saya perlu bertanya pada diri sendiri jika saya mempunyai jawapan-jawapan yang diperlukan.

Tindakan kita sebagai umat Katolik bukanlah suatu respons yang bersifat pencerobohan atau berputus-asa tetapi seperti kata St. Paul iaitu untuk “berdiri teguh dan berpegang sekuat-kuatnya kepada tradisi yang telah diajarkan oleh kami, sama ada secara lisan atau dengan surat kami” (2 Thes 2: 15). Sama seperti kita yang membincangkan tentang gerai laksa mana yang terbaik, kita dijemput untuk berbincang dan memahami iman melalui Firman Allah – Alkitab – dan Tradisi Gereja kita dalam komuniti paroki kita. Kita berharap bahawa dengan “niat mencari kefahaman” (St. Anselm) kita melalui pembacaan, penyelidikan dan doa, kita akan mengenali Yesus dan mengasihi-Nya.

Dalam menikmati makanan laksa atau kaoy teow goreng bersama dengan keluarga dan rakan-taulan, kita mengingati bahawa kebanyakan ajaran penting Yesus telah dikongsikan sewaktu jamuan makan bersama dengan kawan-kawan-Nya. Bagaikan semangkuk laksa atau kaoy teow goreng yang enak untuk dinikmati dan dikongsi, dalam kita mengenali dan mengasihi Yesus, begitu juga kita boleh berkongsi pengalaman kita tentang Yesus bersama orang lain. Kita boleh berkongsi bagaimana Kristus telah memakbulkan doa-doa kita, pengalaman rohani kita, hubungan kita yang mengembirakan dengan Yesus, suatu yang kita belajar tentang iman atau pemahaman kita tentang siapa itu Allah. Adalah diharapkan dengan berkongsi iman kita tentang Yesus, orang lain turut digalakkan dan diperkukuhkan dalam perjalanan iman mereka sendiri atau berubah untuk percaya kepada Yesus. Iman yang dikongsi akan menjadi lebih indah, agama menjadi suatu kegembiraan dan Yesus menjadi nyata.

Semoga Maria, Ibu Tuhan, yang pertama mengenali, mencintai dan berkongsi tentang Yesus, memberi syafaat untuk kita.

Komisi Kateketikal Malaysia

BULAN KITAB SUCI: SEBAGAI SEORANG KATOLIK BAGAIMANAKAH KITA MENTAFSIR ALKITAB PADA MASA INI?

alkitab

SEBAGAI SEORANG KATOLIK

BAGAIMANAKAH KITA MENTAFSIR ALKITAB PADA MASA INI?

 

Artikel berikut adalah berdasarkan kepada seksyen yang bertajuk Tafsiran Kitab Suci di dalam Gereja dari VERBUM DOMINI, Gesaan Apostolik Pasca Sinode Paus Benedict XVI tentang FIRMAN ALLAH DALAM HIDUP DAN MISI GEREJA dan diberikan untuk renungan, doa dan tindakan anda pada HARI MINGGU ALKITAB 2015 oleh Komisi Alkitab Serantau Konferensi Para Uskup Malaysia-Singapura-Brunei.

Ketika kita berusaha untuk membaca dan memahami Alkitab, kita mungkin bertanya sama ada terdapat cara Katolik yang tersendiri untuk melakukan demikian. Bagaimanakah pendekatan kita terhadap Firman Tuhan ketika kita cuba untuk memahami dan menghidupinya dalam kehidupan kita seharian?

ALKITAB –BUKU BAGI KOMUNITI GEREJA YANG HIDUP

Apabila kita cuba untuk memahami dan mentafsir Alkitab, perlu diingat bahawa “Alkitab telah ditulis oleh Umat Allah untuk Umat Allah, di bawah inspirasi Roh Kudus.” Oleh itu, kita harus ingat bahawa hanya dalam kesatuan dengan Umat Allah kita benar-benar dapat masuk ke dalam pusat kebenaran seperti yang Allah ingin sampaikan kepada kita. Ya, kita mungkin membaca Alkitab secara individu untuk pertumbuhan peribadi kita sendiri, tetapi kita mesti sentiasa ingat bahawa Alkitab berkembang daripada pengalaman hidup Umat Allah dan dengan itu kita mesti melihat mesejnya melalui pandangan komuniti yang dibimbing oleh Roh yang mewujudkannya dan secara terus melihatnya sebagai Firman Tuhan kepada manusia.

Gereja mentafsirkan Kitab Suci Yahudi yang kita kenali sekarang ini sebagai Perjanjian Lama dalam terang Inkarnasi, Kehidupan dan Pelayanan (khususnya, Kesengsaraan, Kematian dan Kebangkitan) Tuhan Yesus Kristus. Begitu juga pengalaman Gereja tentang Yesus semasa Dia masih di dunia dan kemudian selepas Kenaikan-Nya ketika ia berkembang sejak permulaan semasa Pentekosta telah mewujudkan kitab-kitab Perjanjian Baru. Jika Alkitab difahami sebagai datang dari Gereja, maka sesungguhnya,bersama dengan Gereja dan berharmoni dengan ajarannya dan di bawah bimbingan Magisterium (kuasa mengajar Gereja) kita perlu mentafsirkan kandungan dan mesejnya seperti apa yang Allah hendak sampaikan.

TAFSIRAN

KAEDAH:Terdapat pelbagai kaedah telah digunakan untuk memperoleh pemahaman teks-teks Alkitab yang lebih kaya. Hasil kerja terkini dalam mentafsirkan Alkitab banyak bergantung kepada kaedah ‘kritikal-bersejarah’ yang sangat diperlukan itu dan lain-lain kaedah analisis teks terbaru yang telah membawa banyak manfaat. Kaedah kritikal-bersejarah memperhatikan jenis dan gaya (genre) penulisan dan juga cuba untuk melihat konteks peristiwanya yang berlaku pada ketika itu sebelum cuba untuk melihat mesejnya untuk masa kini. Sesungguhnya kaedah penyelidikan serius sejarah adalah penting bagi pemahaman yang sepatutnya bagi mana-mana teks.

KRITERIA: Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan Kedua, Dei Verbum menunjukkan tiga kriteria asas untuk penghayatan dimensi ilahi Alkitab:

  • Teks ini mesti ditafsirkan dengan perhatian diberikan pada kesatuan seluruh Kitab – Oleh itu kita tidak harus cuba untuk melihat satu petikan secara berasingan dari apa yang dinyatakan oleh seluruh Kitab Suci.
  • Harus diambil perhatian keseluruhan Tradisi Gereja yang hidup–Sekali lagi kita melihat petikan tidaklah secara berasingan dari segi masa tetapi bagaimana ia telah dilihat sepanjang zaman sejak dari gereja awal dan seterusnya.
  • Perhatian penuh harus juga diberikan kepada analogi iman –Satu-satu petikan tidak boleh dilihat bertentangan dengan iman dan ajaran Gereja.

EKSEGESIS ALKITAB DAN TEOLOGI

Sejarah adalah medan di mana Allah berkarya. Oleh itu ia perlu ditafsirkan berdasarkan iman dan taakulan. Eksegesis Alkitab atau Tafsiran perlu selaras dengan Teologi. Dengan cara ini, kita dapat mengelakkan subjektif yang keterlaluan dan kesembarangan yang melampau seperti yang berlaku kepada para fundamentalis, di mana taakulan diabaikan atau kecenderungan untuk merohanikan segala sesuatu. Walaupun kita selalu bermula dengan melihat teks daripada erti kata hurufiahnya, kita juga mesti terbuka kepada mesej di luar darinya yang membolehkan aspek kerohaniannya juga muncul dan tidak membenarkan diri kita dimanipulasi atau menjadi tersilap. Pengertian rohani adalah “erti yang diungkapkan oleh teks-teks alkitab apabila dibaca di bawah naungan Roh Kudus, dalam konteks misteri paska Kristus dan hidup baru yang mengalir daripadanya.” Oleh itu, tafsiran Kitab Suci mesti melibatkan kehidupan dan iman peribadi kita. Pentafsiran melihat kebenaran yang menyelamatkan itu bagi kehidupan individu Kristian dan Gereja. Ia menghargai nilai sejarah tradisi alkitabiah dan bertujuan untuk mencari makna hidup dalam Kitab-kitab Suci untuk kehidupan umat beriman pada hari ini.

Untuk tujuan ini, tafsiran kita harus menelusuri dari apa yang tersurat kepada apa yang tersirat. Firman Allah bukanlah semata-mata perkataan. Proses pentafsiran sebenar bukanlah semata-mata proses intelek tetapi juga sesuatu yang dihidupi, memerlukan penglibatan sepenuhnya dalam kehidupan Gereja, iaitu kehidupan “menurut Roh” (Gal 5:16).

BAHAYA
Salah satu bahaya ialah Alkitab dilihat hanya sebagai buku sejarah, berkaitan dengan masa lampau tanpa menyedari bahawa ia juga berguna pada hari ini. Ia juga mempunyai mesejnya yang tersendiri untuk masa kini!

Satu lagi bahaya ialah mengkajinya dengan pemikiran duniawi tanpa mata iman. Sebagai contoh, apabila unsur ilahi hadir, ia dijelaskan secara terkeluar makna dan direndahkan hanya kepada unsur manusia. Dengan cara ini, ia menafikan sejarahannya dalam unsur ilahi. Ini boleh membahayakan kehidupan Gereja kerana ia membawa keraguan ke atas asas misteri Kristianiti dan kesejarahannya.

Walau bagaimanapun, adalah penting untuk kita ingat bahawa tafsiran Alkitab atau eksegesis “benar-benar setia dengan makna sebenar teks-teks alkitab bila ia bergerak bukan sahaja ke pusat formulasi mereka untuk mencari realiti iman yang dinyatakan, tetapi juga bertujuan untuk mengaitkan realiti ini kepada pengalaman iman dalam dunia kita sekarang”. (Verbum Domini 37) Firman Allah adalah aktif dan hidup. Ia ditujukan kepada kehidupan kita di sini dan pada masa ini.

KAITAN ANTARA PERJANJIAN LAMA DAN BARU

Kita juga perlu mengambil kira kaitan antara Perjanjian Lama dan Baru. Perjanjian Baru itu sendiri mengakui Perjanjian Lama sebagai Firman Tuhan dan dengan itu menerima wewenang Kitab Suci bangsa Yahudi. Perjanjian Baru sering menggunakan bahasa yang sama dan sering merujuk pada petikan dari Perjanjian Lama. Ia dengan jelas mengakuinya dengan memetik banyak bahagian darinya sebagai asas untuk berhujah. Perjanjian Baru dilihat sebagai memenuhi Perjanjian Lama tetapi ini perlu dilihat dalam syarat-syarat berikut:

  • Aspek kesinambungan asas, seperti yang dilihat dalam penggunaan tipologi Perjanjian Baru. Ibrani 11:17-19 berkenaan dengan korban Ishak yang membawa kepada Allah menerima dia kembali dalam terang ayat 19:. “Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati”, Allah mengangkat Ishak kepada kehidupan adalah tipologi pengorbanan Yesus dan kebangkitan dari antara orang mati.
  • Aspek ketidaksinambungan, berkenaan dengan institusi dalam Perjanjian Lama. Sebagai contoh, Keimamatan Agung Kristus dalam Surat kepada orang Ibrani dilihat sebagai berbeza dari keimamatan Perjanjian Lama.
  • Aspek pemenuhan dan transenden. Kita melihat ini dalam Yesus memetik Yesaya ketika Dia memulakan misi-Nya dalam Lukas 4:18-19.

PETIKAN YANG SUKAR

Terdapat petikan “gelap” atau sukar dalam Alkitab yang kita terpaksa hadapi – beberapa darinya mengandungi unsur keganasan dan tidak bermoral. Apa yang kita perlu ingat di sini ialah wahyu Alkitab adalah progresif; Rancangan Tuhan dimanifestasikan secara progresif dan ia disempurnakan secara perlahan-lahan, secara berperingkat-peringkat dengan berturut-turut. Walaupun terdapat kelemahan, Allah memilih bangsa Israel dan sabar berkarya untuk membimbing dan mendidik mereka. Kita mesti memahami tahap budaya dan moral dizaman yang sangat berbeza daripada masa kita sendiri di mana kejadian keganasan dan pembunuhan beramai-ramai tidak dikecam. Di sini kita perlu membenarkan pakar-pakar yang berkelayakan untuk membantu kita memahami konteks yang berbeza dan melihat jauh untuk melihat apa yang mendasari mesej Allah.

EKUMENSIME

Mentafsirkan Alkitab juga melibatkan hubungan kita dengan umat Kristian lain. Kesatuan umat Allah, yang mana mahu dipulihkan oleh gerakan ekumenikal, secara mendalam berasaskan Kitab Suci. Dengan mendengar, berkongsi dan bermeditasi bersama-sama pada Kitab Suci, kita mengalami persekutuan sebenar, walaupun persekutuan yang tidak sempurna. Ini mendorong kita ke arah dialog kasih dan membolehkan pertumbuhan dalam dialog akan kebenaran.

KESIMPULAN
Kesimpulannya, orang-orang kudus menonjol sebagai contoh terbaik bagi kita hari ini sebagai orang-orang yang telah benar-benar menghidupi Firman Allah. Mereka membiarkan diri mereka dibentuk oleh Firman Allah melalui mendengar, membaca dan meditasi, membenarrkan diri mereka menjadi “tanah yang baik” di mana penabur ilahi menanam Firman.

Semoga Firman menghasilkan dalam diri kita buah-buah kekudusan, “ada yang tiga puluh kali ganda, ada yang enam puluh kali ganda, ada yang seratus kali ganda” (Markus 4:20).

Teks penuh Verbum Domini boleh dilihat di

http://w2.vatican.va/content/benedict-xvi/en/apost_exhortations/documents/hf_ben-xvi_exh_20100930_verbum-domini.html

SOALAN UNTUK REFLEKSI:

  1. Bagaimanakah kita sebagai seorang Katolik mempengaruhi cara kita mentafsir Alkitab?
  2. Lihatlah bacaan Hari Minggu ini. Apakah kaitan antara Bacaan Pertama dengan Injil? Bolehkah anda melihat a) kesinambungan, b) ketidaksinambungan, c) kepenuhan?
  3. Apakah pendekatan saya terhadap petikan-petikan yang sulit dalam Alkitab?