Keningau – Keuskupan Keningau, atas kebijakan pastoral, telah menetapkan bahawa Rabu Abu jatuh pada 17hb di semua paroki yang bernaung di Keuskupan ini. Manakala bagi stasi-stasi di setiap paroki, mereka boleh menerima abu pada keesokan harinya pula. Seramai 2000 umat berkumpul di Gereja St Francis Xavier untuk mengikuti perayaan Ekaristi sekaligus mempersiapkan diri untuk ditandai dengan abu pada dahi mereka. Rabu Abu pada kali ini dipersembahkan sendiri oleh YM. Bapa Uskup Datuk Cornelius Piong.

Dalam homilinya, beliau menekankan bahawa masa Prapaskah adalah masa yang penting bagi umat Katolik. Masa Prapaskah adalah masa untuk mengingatkan kembali janji-janji sewaktu kita dibaptis, dan inilah kesempatan bagi kita untuk memeriksa sejauh mana kesetiaan kita kepada janji-janji baptis itu, yang kita lakukan bukan terhadap sesiapa tetapi kepada peribadi Yesus.

Kedua, ada saudara-saudari kita yang sedang mempersiapkan diri untuk dibaptis dan masa Prapaskah inilah masa yang sangat penting bagi mereka dan kita doakan mereka benar-benar dapat mempersiapkan diri agar pembaptisan yang mereka terima itu satu keputusan yang sejujur-jujurnya terhadap Kristus, mahu mengikuti Dia walau apa pun kesusahan dan penderitaan yang bakal di alami. Namun, sebagai manusia biasa, kita tidak lepas dari yang namanya godaan. Terkadang godaan dan tawaran dunia membuat kita lupa siapa kita dihadapan Yesus, lupa akan janji-janji baptis dan membelakangi Yesus. Sebagaimana yang dikatakan dalam pengantar Injil sebentar tadi, “Kita ini manusia/orang yang keras kepala”. Berkali-kali kita diingatkan oleh Tuhan, berkali-kali juga kita lemah dan jatuh. Inilah proses pembentukan iman kita. Hanya dengan pembaptisan saja tidak memberi jaminan kita akan masuk dalam kerajaan Syurga. Tetapi mana seperti yang dikatakan oleh Paulus dalam suratnya di Kolose penting bagi kita semua, “Kamu sudah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan, oleh itu tetaplah bersatu dengan Dia”. Bukan bersatu dengan Dia sekali setahun atau dua kali setahun tetapi tiap-tiap hari kita mesti berusaha belajar menyatukan diri kita dengan Yesus. Sentiasa mahu mengutamakan Dia, membangun di atas Dia dan berakar umbi pada Dia, seperti pohon yang akan hidup, masuk ke dalam tanah dan berdiri teguh. Angin kencang, ribut, banjir dan sebagainya, tetapi kalau pohon itu benar-benar mempunyai akar yang kuat, tidak akan tumbang. Zaman ini begitu banyak godaan dan tawaran yang mampu membuat kita terlepas dan membelakangi Yesus. Apakah kita sudah punya akar yang benar-benar kepada Yesus?