
MENYAHUT PANGGILAN TUHAN DENGAN RENDAH HATI
Renungan Hari Minggu Biasa Ke 5 (C)
Yes 6:1-8; 1Kor 15:1-11; Luk 5:1-11
Biasanya apabila diadakan kempen pilihan raya atau pemilihan ketua-ketua jabatan tertentu yang menjanjikan wang, pangkat dan nama, ramai orang-orang berebut-rebut untuk mahu diundi atau dipilih dengan alasan bahawa dia yang layak walaupun jauh di dalam hatinya dia sebenarnya tidak layak dan tidak disukai orang. Malah ada yang sanggup memberi sogokan agar hasratnya untuk dipilih tercapai.
Tetapi kalau perkara yang sama terjadi di dalam Gereja, ramai orang-orang yang dipilih menolak dengan alasan tidak layak. Sikap seperti inipun dialami oleh tiga orang tokoh di dalam tiga petikan minggu ini – Yesaya, Paulus dan Petrus. Mereka semua telah dipanggil Tuhan, tetapi oleh kerana mereka mengalami kompleks rendah diri, tidak ada seorang pun di antara mereka dengan rela menyerahkan diri mereka kepada Allah secara spontan. Walaupun akhirnya mereka menerima panggilan Tuhan itu dengan perasaan berat hati, perasan bahawa mereka tidak layak.
Yesaya, apabila dipanggil Allah, dia menjawab: Tidak layak, secara tidak langsung dengan berkata: “Aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir” (Yes 6:2). Paulus pun demikian juga, dia menjawab panggilan Tuhan itu dengan berkata: “Aku adalah yang paling hina dari semua rasul, sebab aku telah menganiaya jemaat Allah” (1Kor 15:9). Kemudian Petrus, sesudah pengalaman penangkapan yang banyak itu, berkata: “Tuhan, pergilah daripadaku, kerana aku ini orang berdosa” (Lk 5:8). Ketiga-tiga orang tokoh ini menjawab panggilan Tuhan dengan mengatakan ketidaklayakan, ketidakmampuan dan dipenuhi dengan dosa tetapi akhirnya menerima juga panggilan tersebut dengan hati yang terbuka.
Nampaknya permulaan jawaban yang penuh dengan rendah hati ini merupakan permulaan yang ideal. Sebab, melalui pengalaman kita semua, orang yang terlalu percaya pada diri sendiri untuk melakukan sesuatu yang hebat untuk Tuhan, biasanya cepat berputus asa dan seringkali berakhir dengan melakukan banyak keburukan daripada kebaikan. Orang-orang seperti ini biasanya melakukan segala sesuatu untuk kepentingan dirinya sendiri dan terdesak untuk mencapai keinginannya sendiri pula. Tetapi kita perlu sentiasa ingat bahawa kesombongan, berpegang pada kekuatan diri sendiri serta percaya hanya pada kemampuan sendiri adalah bagaikan, “…orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir” (Mt 7:26), yang lambat laun pasti akan runtuh.
Paulus pernah berkata, “Sebab jika aku lemah, maka aku kuat” (2Kor 12:10). Maksudnya, apabila dia menyedari kelemahannya, maka kuasa Kristus muncul membantunya dan dia dapat menyesuaikan diri dengan kehendak Tuhan sehingga Tuhan boleh bekerja di dalamnya. Pasti Paulus tidak pernah lupa apa yang pernah dkatakan Yesus: “Cukuplah jika kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna (2Kor 12:9).
Pernyataan-pernyataan yang sedemikian rupa ini sungguh bertentangan dengan fikiran rasional kita sebagai manusia biasa. Bahawa apabila kita mengalami kelemahan, Allah memberi kita kekuatan. Apabila kita merasa kekosongan, Allah memenuhi keperluan kita. Apabila kita mengalami kemiskinan, Allah memperkayakan kita dengan rahmat kasih-Nya. Pada waktu-waktu seperti itulah kita akan bersedia menerima panggilan-Nya untuk melakukan karya penyelamatan-Nya serta menjadi saluran kasih-Nya kepada sesama kita. Dengan kata lain, apabila kita sedar akan keperluan keselamatan terhadap hidup kita, kita berharap sepenuhnya terhadap bantuan rahmat Allah, lalu kita menjadi alat penyelamatan terhadap sesama kita pula.
Kerendahan hati merupakan suatu permulaan yang penting terhadap apapun yang kita lakukan. Ini disebabkan kita menpunyai sifat yang lemah, takut dan miskin yang sifatnya semula jadi. Maka, tanpa rahmat Kristus, kita tidak dapat melaksanakan penyelamatan kita sendiri, apalagi membantu sesama kita.
Namun kekadang kita menggunakan dosa-dosa serta kelemahan-kelemahan kita sebagai alasan untuk tidak melakukan sesuatu. Yesaya dan Petrus pernah juga berbuat demikian. Yesaya meminta Allah untuk memilih orang lain dengan alasan bahawa dia adalah “…seorang yang najis bibir” (Yoh 6:5). Petrus pula meminta Kritus agar menjauhi dirinya kerana dia adalah orang yang berdosa. Jika kita bersikap demikian, kita sebenarnya ingin melarikan diri daripada berusaha untuk bekerjsama dengan rahmat Allah sebab kita terlalu menyerah pada kelemahan, kemalasan dan ketakutan kita.
Namun ketiga tokoh Alkitab yang kita perkatakan hari ini akhirnya mahu juga bekerjasama melalui rahmat Allah. Mereka menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada Allah. Yesaya akhirnya berkata, “Ini aku, utuslah aku” (Yes 6:8). Paulus akhirnya dengan bangga berkata, “Sebalikan, aku telah bekerja lebih keras daripada mereka semua; tetapi bukannya aku melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku” (1Kor 15:10). Bagi Petrus pula, sesudah pengalaman penangkapan ikan yang banyak itu, dia dipanggil oleh Tuhan, “…mulai dari sekarang engkau akan menjadi penjala manusia” (Lk 5:10) dan sekali lagi Petrus mengikuti Yesus dengan meninggalkan segala sesuatu.
Inilah yang kita katakan kenyataan yang bertentangan dengan fahaman minda kita sebagai manusia biasa. Kekuatan muncul melalui kegagalan dan kelemahan. Ianya memerlukan kehilangan hidup lama seseorang sebagai syarat untuk mencapai hidup yang baru. Bahawa Krisus membantu kita untuk menerima diri kita dan sesama apa adanya – segala kecacatan, kemiskinan, kelemahan dan luka-luka lama tetapi juga menerima segala kekuatan, harapan, kesanggupan dan cita-cita kita. Dia selamanya memanggil kita untuk maju ke hadapan – memulakan segala sesuatu dan kerana menyahut seruan Yesus, “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan” (Lk 5:4). Maka seperti Petrus kita pun membuat segala sesuatu yang tidak pernah kita fikirkan selama ini, serta menghayati cogan kata Paulus, “Jika aku lemah, maka aku kuat” (2Kor 12:10), sehingga akhirnya dengan rela kita bersama Yesaya menjawab Tuhan, “Ini aku, utuslah aku!” (Yes 6:8). (JL)
Cadangan soalan refleksi peribadai dan perkongsian KKD.
1. Pernahkah anda mengalami panggilan Tuhan dalam bentuk apa sahaja – sambung belajar, membuka bisnes, bekerja, kahwin, masuk biara, seminari dan lain-lain?
2. Apabila dipanggil Tuhan, bagaimanakah sikap dan jawaban anda? Langsung menerima, fikir-fikri dahulu, merasa tidak layak, atau malah melarikan diri? Mengapa?
Cadangan aktiviti minggu ini:
Pelajari sikap 3 tokoh dalam ketiga-tiga bacaan hari ini, Nabi Yesaya, St. Paulus dan St. Petrus dalam hal menanggapi panggilan Tuhan dan pengakuan dosa yang sifatnya kelihatan keterlaluan itu. Kemudian cuba terapkan sikap-sikap mereka yang baik itu ke dalam hidup anda sendiri.
You may also like
You may be interested
BIJAK MEMILIH YANG BAIK
Renungan Hari Minggu Biasa Ke-32 (A) Keb 6:13-17; 1Tes 4:13-18;...
KITA BERUSAHA TETAPI TUHANLAH YANG MENENTUKAN
Renungan Hari Minggu Biasa Ke-33 (A) Ams 31:10-13.19-20.30-31; 1Tes 5:1-6;...
YESUS KRISTUS BERTAKHTA DI HATI KITA
Renungan Hari Besar Kristus Raja Yeh 34:11-12.15-17; 1Kor 15:20-26.28; Mat...
By admin
Archives
- April 2025
- March 2025
- February 2025
- January 2025
- December 2024
- November 2024
- July 2024
- June 2024
- May 2024
- April 2024
- March 2024
- February 2024
- January 2024
- December 2023
- November 2023
- October 2023
- September 2023
- August 2023
- July 2023
- June 2023
- May 2023
- April 2023
- March 2023
- February 2023
- January 2023
- December 2022
- November 2022
- October 2022
- September 2022
- August 2022
- May 2022
- February 2022
- December 2021
- July 2019
- May 2019
- April 2019
- March 2019
- February 2019
- January 2019
- December 2018
- November 2018
- October 2018
- September 2018
- August 2018
- July 2018
- June 2018
- May 2018
- April 2018
- March 2018
- February 2018
- January 2018
- December 2017
- November 2017
- October 2017
- September 2017
- August 2017
- July 2017
- June 2017
- May 2017
- April 2017
- March 2017
- February 2017
- January 2017
- December 2016
- September 2016
- August 2016
- July 2016
- June 2016
- May 2016
- April 2016
- March 2016
- February 2016
- January 2016
- December 2015
- November 2015
- October 2015
- September 2015
- August 2015
- July 2015
- June 2015
- May 2015
- April 2015
- March 2015
- February 2015
- January 2015
- December 2014
- November 2014
Categories
- Ad Gentes
- Alamat
- Apostolicam Actuositatem
- ARTIKEL
- Belia
- BERITA BERGAMBAR
- BERITA SYD6
- Betania
- BISHOP
- Christus Dominus
- Dei Verbum
- Dignitatis Humanae
- Dokumen Gereja
- Franciscan Sisters of the Immaculate Conception
- Gaudium et Spes
- Gereja Roh Kudus Sook
- Gravissimus Educationis
- Holy Cross Toboh
- Inter Marifica
- KKAK
- KOMISI
- Komisi Katekatikal
- KOMUNITI
- KSFX
- La Salle Brothers
- Lambang Keuskupan
- LOKAL
- LUAR KEUSKUPAN
- Lumen Gentium
- MENGENAI SYD6
- Nostra Aetate
- Optatam Totius
- Orientalium Ecclesiarum
- PADERI
- Para Paderi
- PAROKI
- Perfectae Caritatis
- PPK
- Presbyterorum Ordinis
- Pusat Ziarah Keluarga Kudus Nulu Sosopon
- Putri Karmel & CSE
- Risalah
- RRKK Purun
- RRKK Tatal
- Rumah Doa
- Rumah Kanak-Kanak Bondulu
- Sacrosanctum Concilium
- Santapan Rohani
- SEJARAH
- SEJARAH KEUSKUPAN KENINGAU
- Sisters of the Infant Jesus
- St Anthony Tenom
- St Mary Kemabong
- St Patrick Membakut
- St Peter Bundu
- St Theresa Tambunan
- St Valentine Beaufort
- St Yohanes Sipitang
- SYD6
- Uncategorized
- Unitatis Redintegratio
- Uskup
- Visi dan Misi