MENJADI ANAK YANG BAIK

HARI MINGGU BIASA KE – 26 (A)

Bc1. Yeh. 18:25-28          Bc.2. Flp. 2:1-11           Bc.3. Mat. 21:28-32

Kita adalah “Anak-anak Allah dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1 Yoh 3:1), kerana itu kita dituntut untuk menjadi anak-anak Allah yang setia kepada Allah, Bapa kita semua. Allah sangat mengasihi kita sehingga Dia menginginkan kita supaya tidak bermalas-malasan dalam melaksanakan pekerjaan yang dipercayakan-Nya kepada kita. Patut kita renungkan, adakah kita sudah menjadi anak-anak yang baik? Injil hari ini menegur dan memberi nasihat kepada kita agar menjadi anak-anak Allah yang sejati seperti St. Theresa dari Kanak-kanak Yesus yang tulus ikhlas dalam melaksanakan pekerjaan sederhana demi kemuliaan Tuhan.

MENJADI ANAK YANG BAIK

Perumpamaan tentang dua orang anak melambangkan dua jenis manusia, iaitu mereka yang perkataannya lebih baik dari perbuatannya (anak pertama), dan yang kedua perbuatannya lebih baik dari perkataannya (anak yang kedua). Kedua-dua anak memiliki seorang ayah yang sama melambangkan bahawa Allah adalah bapa bagi segenap umat manusia. Sebagai anak kepada bapa yang sama dan satu, semua menerima hal yang sama dari Dia secara rata dan memiliki keharusan yang sama pula tetapi yang membezakan manusia adalah tabiatnya atau sikapnya.

Allah sebagai Bapa tidak menghendaki anak-anaknya bermalas-malasan. Allah menghendaki semua anak-anak-Nya untuk rajin dan tekun bekerja. Pekerjaan yang dimaksudkan di sini lebih kepada pekerjaan rohani di Ladang Tuhan. Panggilan untuk bekerja ini memerlukan ketaatan dan komitmen.

Perilaku manusia dalam menyahut panggilan Tuhan itu berbeza. Ada yang mengatakan “YA” tapi tidak melakukannya. Ada yang mengatakan “TIDAK” tetapi akhirnya melakukannya juga. Mana yang lebih baik mengatakan “YA” tetapi tidak melakukannya atau mengatakan “TIDAK” tetapi kemudian melakukannya?

Anak yang pertama melambangkan manusia yang suka menebarkan janji-janji palsu, suka berangan-angan tinggi tetapi tidak pernah berusaha untuk mencapainya, ucapannya seperti orang suci tetapi kehidupannya sendiri kacau. Demikian juga dalam hal menanggapi Firman Allah. Ucapannya dekat dengan Firman Allah tetapi perilaku hidupnya tidak mencerminkan Sabda Allah. Pintar mengatakan hal-hal baik dan menyatakan kasih dengan mulut tetapi hidupnya sendiri tidak mampu menunjukkan dan melaksanakan ucapan manisnya. Memiliki keinginan untuk menjadi orang saleh atau suci  tetapi menghadapi sesuatu yang berat untuk dilakukan atau memiliki sesuatu yang dianggapnya lebih berharga dan susah untuk ditinggalkan, sehingga angan-angan dan tujuan hidup menjadi sia-sia. Manusia seperti ini adalah mereka yang hatinya buta sebab Sabda Kehidupan yang mereka terima dan ucapkan dengan mulut tidak dapat membawa mereka kepada keselamatan (bdk. Mat 21:32).

Perumpamaan ini juga menggambarkan bahawa manusia tidak luput dari kesalahan. Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk berbuat salah tetapi yang jauh lebih berharga adalah perjuangan menuju pertobatan sejati. Pertobatan sejati yang membawa kepada perubahan hidup seperti digambarkan oleh anak yang kedua. Pada awalnya dia melakukan pelanggaran berat dengan menyangkal perintah tetapi kemudian dia menyesal dan melakukan perintah. Anak kedua inilah yang telah melaksanakan Kehendak  Bapa.

Para pemungut cukai dan perempuan sundal dalam perumpamaan adalah orang yang telah berdosa (mewakili orang yang telah melakukan salah), tetapi ketika mereka mendengar pemberitaan Yohanes Pembaptis mereka telah bertobat. Berbeza dengan orang-orang Farisi yang dekat dengan Kitab Taurat dan menantikan kedatangan Mesias namun ketika Yohanes Pembaptis memberitakan kedatangan Mesias mereka sama sekali tidak percaya. Hati mereka tertutup/buta, sebab itu mereka justeru tidak mendapat keselamatan kerana kedegilan hati.

Masalah tersebut juga sering terjadi di zaman sekarang. Banyak pemimpin dan aktivis rohani yang tidak peka akan keperluan pembaharuan hidup dan ketaatan kepada Firman. Mereka terlalu yakin dengan status, pekerjaan, dan pelayanan sehingga gagal untuk rendah hati menerima teguran, nasihat, dan pendapat orang lain.

Kekudusan atau kesucian hidup bukan diukur oleh pintarnya mulut mengatakan Sabda Allah tetapi penghayatan terhadap Firman Allah dalam kehidupan nyata setiap hari. Marilah kita menjadi anak-anak yang baik. Anak-anak yang baik adalah mereka yang setia dan komited dalam melaksanakan kehendak Allah, Bapa.

Hari ini kita juga merayakan peringatan St. Theresa dari Kanak-kanak Yesus. Dia adalah teladan kita dalam melakukan hal-hal kecil dan kewajipan sehari-hari dengan penuh tanggung jawab dan  cinta kasih kepada Allah Bapa di surga. Untuk mencapai kesempurnaan hidup ia memilih “Jalan Sederhana” berdasarkan ajaran kitab suci iaitu hidup selaku anak kecil, penuh cinta dan iman akan kepercayaan Allah serta penyerahan diri secara total dengan penuh perasaan gembira.

St. Theresa dari Kanak-kanak Yesus menjadi teladan kita menjadi anak-anak yang baik. Ia mengajarkan ‘Jalan Kecil’ dan ‘Jalan Cinta Kasih’, mengajarkan agar kita melakukan segala sesuatu demi cinta kepada Yesus dan untuk menyenangkan hati-Nya. Dengan fikiran yang selalu terarah kepada Yesus, kita dapat melakukan sabda Tuhan ini, “Dan dalam segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kol 3:17).


Cadangan Soalan untuk Refleksi peribadi dan perkongsian Komuniti Kristian Dasar (KKD)

  1. Tanda kita sebagai anak-anak Allah adalah hidup berlandaskan Kasih dan menghasilkan buah-buah kasih. Bagaimana sikap dan tabiat kita sebagai anak-anak Allah? Apakah kita seperti anak yang mengatakan “YA” tetapi tidak melaksanakan, atau seperti anak yang mengatakan “TIDAK” tetapi kemudian melaksanakannya?

 

Ya Allah, semoga perjamuan syurgawi ini memulihkan badan dan jiwa kami. Semoga kami, yang ikut serta dalam kenangan akan sengsara dan wafat Putera-Mu, menjadi ahli waris bersama Dia dalam kemuliaan, dengan pengantaraan Kristus,

Sharing is caring!